Senin, 05 Januari 2015

ARSITEKTUR BATAK TOBA

BATAK TOBA
(Rumah Adat Toba)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metode Penelitian

                                                                                        

Oleh :
AGNES VALENTINA
FIFI MOLINA SIBARANI
PRISMA PRAMITA
SITI ASMA



JURUSAN SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2014








BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Batak merupakan salah satu etnis yang berada di Sumatera Utara. Etnis ini merupakan etnis dominan yang mendiami kawasan Sumatera Utara. Batak tebagi atas beberapa jenis yaitu toba, karo, simalungun, mandiling, pakpak/dairi dan angkola. Hanya saja sebagian dari jenis etnis ini tidak mau menggunakan kata batak dan hanya menggunakan nama jenis etnisnya saja seperti karo, simalungun, mandailing dsb.
            Batak toba merupakan salah satu etnis yang terbesar diantara jenis etnis batak yang lainnya. Wilayah batak toba tersebar disekitar danau toba dan pulau samosir. Dan diantara etnis yang lainnya peninggalan sejarah batak toba merupakan yang terlengkap dari mulai arsitektur rumah adat sampai pada peralatan dapur masih dapat dijumpai diwilayah pulau samosir yang kini diletakkan di museum – museum.
            Batak sendiri diketahui hampir berusia sepuluh abad dimana pada tahun 1292, Marco Polo mendarat di wilayah pesisir sumatera dan mendapat sebuah cerita tentang suatu suku yang memakan daging manusia yang disebut dengan” battas”. Marcopolo mendeskripsikan bahwa suku ini mencekik korbannya sampai mati kemudian memasaknya setelah itu mereka berkumpul antar sanak saudara untuk memakan manusia tersebut. Namun kemudian Oscar von Kessel mengunjungi Silindung di tahun 1840-an dan merupakan orang Eropa pertama yang meneliti tentang kanibalisme di tanah Batak dan kemudian menyatakan bahwa menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk sangat sempit didefinisikan pelanggaran hukum termasuk pencurian , perzinahan , memata-matai atau pengkhianatan . Garam, merica merah dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam. Oleh karena itu, ada ditemukan tempat pemenggalan sebagai salah satu bukti sejarah yang terdapat di tanah batak tepatnya di Siallagan.
            Selain itu, peninggalan batak toba yang masih dijumpai saat ini adalah rumah adat. Pada zaman dahulu, rumah adat ini mempunyai fungsinya masing – masing, seperti rumah adat perempuan yang berfungsi sebagai tempat memasak, rumah adat laki – laki sebagai tempat perkumpulan dan sopo yang digunakan sebagai tempat menumbuk padi dan tempat menyimpan bahan makanan tahunan. Namun sekarang, banyak dari rumah adat ini sudah tidak  terawat dan dibiarkan begitu saja.
            Terdapat pula monumen berupa kuburan yang banyak dijumpai di tanah batak. Monumen biasanya berbentuk miniatur dari rumah adat dimana menurut penerjemah, hal ini bertujuan sebagai pengganti rumah bagi orang yang sudah meninggal tersebut agar arwahnya tidak kembali kedalam rumah. Biasanya monumen ini terbuat dari bahan alam seperti batu cadas. Namun sekarang, monumen banyak terbuat dari semen dan tidak menggunakan batu alam lagi.
            Selain itu, kerajinan kriya juga merupakan peninggalan sejarah yang sampai sekarang masih eksis dikerjakan oleh masyarakat batak, bahkan menjadi salah satu mata pencaharian mereka ketika turis asing maupun domestik ingin membawa hasil kerajinan kriya tersebut sebagai oleh – oleh  dari daerah batak toba. Bentuk kriya yang berkembang adalah kriya kayu dan kriya tekstil. Kriya kayu biasanya berbentuk ukiran dan kriya tekstil biasanya kain ulos. Kedua benda ini menjadi barang unik yang dicari oleh para turis ketika mereka berkunjung ke daerah toba. Hanya saja harga karya kerajinan ini masih terlalu mahal sehingga masih kalah saing dengan daerah lain.
            Keberagaman hasil karya seni rupa batak toba ini sebenarnya sangatlah bermanfaat jika masyarakatnya mau mengembangkan perdagangannya sampai ke luar negeri. Keunikan dari hasil kerajinan tangan (handycraft) mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar daerah karena berbeda dengan hasil kerajinan dari daerah maupun negara lain. Selain itu, 3 warna yang terkandung pada hasil ukiran mempunyai arti khusus sehingga membeli pernak – pernik dari daerah ini mempunyai nilai historis maupun religius bagi pembelinya.
            Tidak hanya itu, pulau Samosir juga merupakan salah satu tempat wisata yang sangat potensial dimana banyak nilai historis yang terkandung di setiap daerah yang bisa dikunjungi oleh wisatawan. Ada Siallagan, Sidauruk, dan lain – lain. Mengunjungi tempat ini tidak hanya berwisata alam tapi juga menambah wawasan pendidikan tentang sejarah batak toba melalui peninggalan – peninggalan benda yang berusia ratusan tahun.
B. RUMUSAN MASALAH
            Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana bentuk arsitektur rumah adat batak toba dan fungsinya?
2.      Apa makna dari setiap gorga batak toba?
3.      Apa fungsi ukiran pada rumah adat dan hasil karya seni rupa yang lainnya?
4.      Bagaimana perkembangan seni rupa batak toba saat ini?
5.      Bagaimana teknik pembuatan pada karya kerajinan seni rupa batak toba?
6.      Apa makna yang terkandung pada setiap hiasan berbentuk gorga yang terdapat pada karya seni rupa batak toba?

C. TUJUAN
            Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana kebudayan Batak Toba melalui hasil karya seni rupanya
2.      Untuk mengetahui makna yang terkandung pada karya seni rupa Batak Toba
3.      Untuk mengetahui fungsi dari karya – karya seni rupa batak toba
4.      Untuk mengetahui teknik pembuatan karya seni rupa batak toba
5.      Untuk mengetahui fungsi dan makna dari simbol – simbol yang terdapat pada hasil karya seni rupa
6.      Untuk memenuhi tugas metedologi penelitian






BAB II
PEMBAHASAN
  A.  SENI RUPA ARSITEKTUR
Suku Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang banyak sekali tinggal di pulau Sumatera, namun saat ini keturunan suku Batak sudah menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu ciri khas yang menarik adalah rumah adat suku Batak yang bentuknya sangat unik. Semua rumah adat tersebut di atas bahannya dari kayu baik untuk tiang, lantai serta kerangka rumah berikut pintu dan jendela, sedangkan atap rumah terbuat dari ijuk.

1. Pembagian  rumah batak toba
Rumah adat Batak Toba berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga disebut Ruma Bolon, dan rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi (lumbung) disebut Sopo. Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Rumah adat ini berbentuk empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan terbuka tanpa kamar atau pun sekat pemisah..
 Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu. Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak anak bungsu
Rumah Bolon
Rumah yang cukup besar (biasanya dimiliki oleh orang yang mampu saja) berbentuk persegi panjang dan sanggup untuk ditempati 5 sampai 6 keluarga. Biasanya memiliki jumlah anak tangga yang ganjil dan pintu masuk yang pendek sehingga untuk dapat masuk kita harus menundukkan kepala. Di bagian luar dindingnya biasanya terdapat hiasan-hiasan berupa ukiran atau pahatan yang diberi warna-warna, yang disebut dengan Gorga (akan dibahas dalam postingan selanjutnya). 

 bolon

sopo
Pada penataan bangunan yang terdiri dari beberapa ruma dan sopo sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu berhadapan dengan rumah dan mengacu pada poros utara selatan. Hal ini menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh bertani, dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah depan.

1.      Nilai Filosofi Rumah Adat Batak

Di balik bentuknya yang sangat unik, ternyata rumah adat suku Batak ini memiliki makna dan arti tersendiri.Filosofi rumah adat suku batak memang sangat menarik untuk dipelajari, mulai dari proses pembangunan rumah sampai segala dekorasi, ternyata semuanya memiliki makna yang cukup dalam.
Rumah adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat benaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenanya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup. Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisionil yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu. Dalam kesempatan ini akan dipaparkan nilai flosofi yang terkandung didalamnya sebagai bentuk cagar budaya, yang diharapkan dapat menjadi sarana pelestarian budaya, agar kelak dapat diwariskan kepada generasi penerus untuk selalu rindu dan cinta terhadap budayanya.


a.      Bagian-Bagian Rumah Batak
Menurut tingkatannya Ruma Batak itu dapat dibagi menjadi 3 bagian :
  1. Bagian Atas (Ginjang) yang terdiri dari atap (tarup) di bawah atap urur diatas urur membentang lais, ruma yang lama atapnya adalah ijuk (serat dari pohon enau). Bagian atas adalah tempat-tempat penyimpanan benda-benda keramat (ugasan homitan).
Atap terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat didaerah setempat. Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu yang suci, sehingga digunakan untuk menyimpan pusaka mereka.

2. Bagian Tengah (Tonga) yang terdiri dari dinding depan, dinding samping, dan belakang. Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi batak disebut dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat aktivitas manusia seperti masak, tidur, bersenda gurau. Bagian badan rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon untuk menolak bala.

   
  3.Bagian Bawah (Tombara) yang terdiri dari batu pondasi atau ojahan tiang-tiang pendek, pasak (rancang) yang menusuk tiang, tangga (balatuk) Bagian bawah berfungsi sebagai tempat ternak seperti kerbau, lembu dll. Bagian tengah adalah ruangan tempat hunian manusia.

·         

  •      Pondasi

Pondasi rumah adalah hal yang terpenting, dibuat. Ada pemahaman bahwa tanpa letak pondasi yang kuat maka rumah tidak bakalan kokoh berdiri


 Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya.
-  Tiang-tiang kurang lebih berdiameter 42-50 cm berdiri diatas batu ojahan struktur yang fleksibel, sehingga tahan terhadap gempa
-  
Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling bekerja sama demi memikul beban yang berat
-  Mengapa memakai pondasi umpak?, karena pada waktu tersebut masih banyaknya batu ojahan dan kayu gelonggong dalam jumlah yang besar. Dan belum ditemukannya alat perekat seperti semen


  • Dinding
-   Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah masuk

-  Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat dari ijuk atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling bertolak belakang melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.



  •  Pintu masuk bangunan


Pintu Utama Menjorok kedalam dengan lebar 80 cm dan tingginya 1,5 m, dikelilingi dengan ukiran, lukisan dan tulisan dan dengan dua kepala singa pada ambang pintu. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah tersebut, harus menunduk dikarenakan ukuran pintunya yang rendah. Pintu yang rendah pada rumah adat Batak yang membuat para tamu yang mengunjunginya menunduk melambangkan kesopanan. Seseorang harus menunduk agar bisa masuk rumah tersebut, sama halnya dengan keharusan tamu menghormati pemilik rumah. Begitu juga bila seorang anak yang masuk kerumah harus menunduk yang menandakan harus patuh atau sopan santun terhadaporang tuanya.Rumah Bolon termasuk dalam ketegori rumah panggung 


   a.  Rumah Adat Toba Di Simanindo (Raja Sidauruk)
Simanindo sebagai daerah tujuan wisata selain rumah adat terdapat juga Museum Huta Bolon Simanindo yang sangat terkenal ke mancanegara. Dari Simanindo tersebarlah marga Sidauruk kebeberapa desa daerah lainnya baik di Samosir, Toba dan Simalungun. Selanjutnya marga Sidauruk tersebar keseluruh pelosok Indonesia maupun ke seluruh penjuru dunia. 

gambar: museum


Museum Huta Bolon Simanindo merupakan rumah adat warisan Raja Sidauruk yang dikelola marga Sidauruk dala. Museum ini cukup banyak menyimpan peninggalan dan sejarah Batak. . Koleksinya berupa peninggalan leluhur orang Batak Toba Di museum inilah tempat asal usul orang   Batak berada

Ada bermacam-macam benda kuno dan tenunan Batak tradisional (ulos), dan ini beberapa foto dokumentasi kami waktu berada di museum huta bolon simanindo.
a)      Gana gana sigedde ( patung yang
dipergunakan untuk membuat perjanjian
sebelum diadili)
b)      Ulos polang-polang
c)      Tobu-Tobu (Terbuat dari buah labu dipergnakan sebagai tempat menyimpan tuak)

 d)      Abal-Abal (tebuat dari bamboo dipergunakan sebagai tempat menyimpan garam)

 e)      Sitang (tebuat dari bamboo sebagai tempat penyimpan tuak)

f)      Tabung-Tabung (dipergunakan sebagi cangkir waktu keladang).

g)      Tatuan (terbuat dari tanah dan dipergunakan untuk tempat makanan atau sebagai piring


h)      Hadon Garuan ( terbuat dari tanah
dan      dipergunkan untuk memasak nasi)

Dimuseum tersebut sebagian besar tersimpan benda yang dipergunakan oleh orang batak dalam kehidupan sehari-hari atau alat-alat rumah tangga  suku batak toba.Namun disayangkan benda-benda di museum tersebut tidak terdapat umur benda tersebut atau tidak diketahui kapan benda-benda tersebut ditemukan

Selain koleksi benda-benda keseharian masyarakat batak  terdapat juga rumah adat warisan Raja Sidauruk. Rumah adat yang di simanindo masih ada yang asli atap tebuat dari ijuk dan dinding rumah terbuat dari papan. Bagian luar dan depan rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik dan filosofis budaya Batak







Pada saat kami berkunjung ke Simanindo, terlihat tumbuhankan benalu yang hidup di atap rumah adat tersebut, yang  mengurangi nilai keindahan yang ada dirumah adat.bila tumbuhan tersebut dibiarkan saja akan membuat atap menjadi rusak.bahkan sudah ada rumah yang tinggal kerangkanya saja.
(a).  tumbuhan benalu hidup di  atap ruma bolon

b). gambar rumah adat yang sudah rusak
Rumah adat batak sekarang ini hanya sebagai barang pusaka peninggalan yang kurang perawatan. Semangat masyarakat untuk merawat apalagi mendirikan yang sudah rapuh. Besar kemungkinan karena dianggap tidak ekonomis lagi dan tidak praktis maka mereka tidak mau tau tentang rumah adat.

a  c. Rumah adat batak diSialagan



Didalam huta Siallagan terdapat rumah adat tradisional Batak sebanyak 8 buah. Biasanya satu rumah dihuni lebih dari satu sampai empat keluarga (suami isteri dan anak). Rumah-rumah adat di huta ini sudah mengalami renovasi.
Rumah adat disialagan juga terlihat banyak ornamen yang menghiasi dinding rumah yang memiliki makna tersendiri
Pada rumah adat di sialagan, bentuk rumah adatnya seperti perahu pada bagian atapnya, dimana pada bagian belakang lebih tinggi daripada bagian depan. Hal ini karena masyarakat batak mempunyai pemikiran bahwa pada bagian atap depan diibaratkan seperti orang tua. Sedangkan pada bagian belakang atapnya diibaratkan seperti anaknya. Hal ini mempunyai maksud bahwa kehidupan anak/ keturunan mereka harus mempunyai kehidupan lebih baik atau lebih tinggi daripada orangtuanya.
Dihuta sialagan terdapat pula situs bersejarah yaitu kursi batu persidangan yang sudah berumur 400an tahun. Batu kursi (persidangan dan eksekusi) adalah salah satu bukti peninggalan sejarah terdapatnya hukum Batak di huta Siallagan. Batu kursi di huta Siallagan ditempatkan pada dua lokasi sesuai dengan aturan dan fungsinya yang berbeda


Kelompok batu kursi yang pertama berada persis di depan rumah raja yang berdekatan dengan rumah adat lainnya. Batu kursi yag pertama berfungsi sebagai tempat rapat atau pertemuan para raja atau pengetua adat untuk membicarakan berbagai peristiwa kehidupan warga. Selain tempat rapat, lokasi ini juga menjadi tempat persidangan bagi warga yang tidak taat adat istiadat yang berlaku. Kelompok batu pertama ini ditutupi rindangnya sebuah pohon yang disebut Hau Habonaran atau pohon keadilan.
Batu Kursi kedua, ini terletak dibagian luar dari huta Siallagan namun masih sekitar huta. Disini terdapat juga Kursi untuk Raja, para Penasehat Raja dan tokoh adat, termasuk masyarakat yang ingin menyaksikan pelaksanaan hukuman mati. Penjahat dibawa oleh hulubalang raja ke tempat eksekusi dengan mata tertutup menggunakan Ulos, Raja dan para penasehat raja serta masyarakat telah berkumpul, kemudian penjahat ditempatkan diatas meja batu besar, bajunya ditanggalkan.

Sebelum eksekusi dilaksanakan, atas perintah Raja, Eksekutor yang juga Datu (memiliki ilmu gaib) menanyakan keinginan permintaan terakhir dari sang penjahat. Bila tidak ada lagi, selanjutnya eksekutor menanggalkan semua pakaian. Kemudian tubuh penjahat disayat dengan pisau tajam, sampai darah keluar dari tubuhnya. Bila sang penjahat yang disayat tidak juga mengeluarkan darah, maka penjahat dibuat telanjang dan diletakkan diatas meja batu, kemudian disayat-sayat kembali bahkan air jeruk purut diteteskan kedalam luka sayatan, sehingga eksekutor yakin sang penjahat tidak lagi memiliki kekuatan gaib di tubuhnya.


Foto peragaan esekusi mati

Eksekutor harus memastikan bahwa sang penjahat sungguh-sungguh tidak memiliki kekuatan apapun, jauh dari segala sesuatu yang berbau kekuatan magis.Selanjutnya tubuh sang penjahat diangkat dan diletakkan ke atas batu pancungan telungkup dengan posisi leher persis berada disisi batu, sehingga kelak bila dilakukan eksekusi, sekali tebas kepala terpisah dari tubuhnya. Untuk mengetahui apakah benar penjahat sudah mati, sang Datu kemudian menancapkan kayu “Tunggal Panaluan” ke jantung penjahat, lalu jantung dan hati dikeluarkan dari tubuh penjahat dan darahnya ditampung dengan cawan. Hati dan jantung penjahat dicincang dan kemudian dimakan oleh Raja dan semua yang hadir, darahnya juga diminum bersama dan tubuhnya dibuang kedanau toba.
Cerita ini kemudian dianggap sebagai sebuah cerita yang menimbulkan opini bahwa orang Batak adalah kanibalisme, karena ratusan tahun yang lalu kehidupan primitive  Batak sangat berbeda dengan Batak zaman modern sekarang ini. Namun cerita itu tidak perlu ditutup-tutupi  karena cerita ini merupakan sejarah masa lalu kebudayaan batak toba.








DAFTAR PUSTAKA

http://1.bp.blogspot.com/fioCEcOQY/Tqg3ugec_mI/AAAAAAAAHow/odaijIkpIYs/s1600/IMG_8686.JPG

http://id.wikipedia.org/wiki/Gorga_Batak_Toba (diakses pada tanggal 22 mei 2014)



6 komentar: